Aku menguatkan diri, menguatkan hati.
Aku sedang baik-baik saja.
Tapi dibalik itu harus kuakui juga, ini patah hati terbesar yang pernah terjadi selama menjelang 22 tahunku.
Tak apa, lebih cepat lebih baik bukan? *fixed smile*
Rabu, 26 Februari 2014
Cinta Tanpa Syarat [#FF2in1]
Sejauh ini aku sama sekali tidak tahu menahu tentang cinta yang sebenarnya, bagaimana harus mencintai, dan bagaimana harus dicintai. Yang aku tahu antar manusia itu harus saling memberi dan menerima, lalu membalas budi, bukan membalas dendam, itu saja. Yang aku tahu bahwa tiap-tiap manusia harus menyayangi, titik.
Sampai akhirnya aku mengenal Satria. Mulanya kami teman biasa, sama seperti yang lain. Berbagi cerita, berbagi apa saja yang dipunya, itu biasa. Aku tau dia dari A hingga Z, katakanlah saja begitu. Dan tentu saja dia juga begitu dalam mengenalku. Kami dekat, sebagai sahabat.
Hingga tiba-tiba saja setiap rasa bermetamorfosa. Entah kapan tepatnya, aku sendiri tidak menyadarinya. Cerita tentang cinta yang dulu hanya aku dengar dari orang-orang di sekitar, kini menghampiriku. Mungkin sudah giliranku. Getar-getar halus merambat begitu saja ketika aku berada di dekatnya. Semakin lama semakin terasa, dan jelas, aku jatuh cinta.
Satria bukan orang yang sempurna. Tapi hatiku terbuka untuknya, itu bedanya. Aku mulai menyayanginya, menyayangi tiap-tiap kelebihan dan kekurangannya, dan semua terjadi begitu saja tanpa dipaksa. Dia seperti cahaya lilin untukku, menerangi dalam gelapku. Sedihnya menjadi sedihku, begitu juga dengan bahagianya. Sungguh, aku benar-benar sedang membuka hati untuk sebuah penerimaan besar akan dirinya.
Hanya saja, aku tidak tahu dengan isi hatinya? Akankah dia melakukan hal yang sama denganku? Membuka hati dan menerimaku apa adanya? Belum tentu, pastinya. Tapi, semoga... Meski ini hanya sebuah pengharapan, tak apa. Meski akhirnya kita tidak bisa bersama, tak apa. Aku sudah sangat bersyukur karena sempat merasakan dihampiri cinta dalam arti yang sebenarnya. Dan cinta ini, unconditional, tanpa syarat.
Menyejajarkan Langkah [FF2in1]
Namanya Andrean Lesmana. Cowok sekolah elit sebelah yang sudah cukup lama kukenal. Kami berteman sejak kecil, meski karena suatu hal, akhirnya kami tidak bisa lagi sedekat yang dulu. Iya, kami saling mengenal, tapi tidak seperti pernah mengenal. Namun tanpa sepengetahuannya, aku masih terus mengikuti tiap-tiap pergerakan langkah dalam hidupnya. Lebih dari yang dia tahu, aku mencintainya secara diam diam.
Andrean siswa yang cerdas, selalu mengikuti olimpiade sains dan pasti mendapat juara. Sejak dari SD hingga SMP, sama. Itulah Andrean yang aku kenal setelah masa kecil kami terlewat. Aku mendengar berita tentang kesuksesannya, dan itu menjadi acuanku untuk maju, selalu.
Sebab, dari berita-berita yang ada itu pula, aku mendapati kabar bahwa perempuan-perempuan yang mendekati Andrean adalah yang selevel dengannya, sama cerdasnya. Maka aku ingin menyejajarkan langkahku dengannya pula, agar kami seimbang, dan suatu hari nanti, ketika ada kesempatan, aku benar-benar pantas mendampingi dia dalam arti yang sebenarnya. Sampai akhirnya...
"Selamat Terre, kamu juara kelas di semester ini. Tetap pertahankan ya prestasimu, tingkatkan kalau bisa," ujar wali kelasku saat pembagian raport.
Aku tercengang. Sungguh, itu diluar dugaan. Selama ini aku tidak pernah menyangka bisa melewati kemampuan teman-temanku yang lain. Menjadi juara kelas? Ah, mustahil... Tapi itu benar-benar aku. Aku belum tahu apa aku sudah menjadi seperti apa yang Andrean inginkan, namun sejauh ini, aku masih, akan, dan terus menjadi seperti yang diinginkan Andrean. Aku tidak tahu kemana kisahku ini akan berujung, namun yang aku tahu, selama aku mampu, aku akan mencoba menjadi yang terbaik yang aku bisa. Mencintai dan mencoba untuk dicintai tidak pernah ada salahnya bukan?
Random Part #bzzzt
Telah habis segala dayaku
Dan akhirnya kutemui ujung yang berbisik bahwa sampai kapanpun aku tak bisa berujung padamu
Waktu yang terbuang
Segala daya upaya yang kukerahkan
Semua yang sempat kukerjakan hanya demi menyelaraskan kakiku dengan langkahmu ternyata memang tak bersambut restu
Tak apa, tak ada sesal bagiku
Dan tak apa, aku menyadari bahwa tak ada satu hal pun di dunia ini yang bisa dipaksakan, apalagi menyalahi kehendak-Nya.
Tak ada lagi yang bisa kuperbuat bukan?
Selain mendo'akanmu
Selain merestui setiap keputusanmu
Sebab do'a dan restu itu pulalah yang aku harap darimu
Agar akupun bisa menapak dijalan yang berbeda dan tak lagi mengekor di belakangmu.
Dan akhirnya kutemui ujung yang berbisik bahwa sampai kapanpun aku tak bisa berujung padamu
Waktu yang terbuang
Segala daya upaya yang kukerahkan
Semua yang sempat kukerjakan hanya demi menyelaraskan kakiku dengan langkahmu ternyata memang tak bersambut restu
Tak apa, tak ada sesal bagiku
Dan tak apa, aku menyadari bahwa tak ada satu hal pun di dunia ini yang bisa dipaksakan, apalagi menyalahi kehendak-Nya.
Tak ada lagi yang bisa kuperbuat bukan?
Selain mendo'akanmu
Selain merestui setiap keputusanmu
Sebab do'a dan restu itu pulalah yang aku harap darimu
Agar akupun bisa menapak dijalan yang berbeda dan tak lagi mengekor di belakangmu.
Selasa, 25 Februari 2014
A Little Note from A Little Sh*t
Seperti apa kamu melihat dunia?
Sama kosongnyakah, saat ini?
Atau justru terlalu penuh?
Saking penuhnya hingga ingin berbagi.
Aku sedang meraba-raba
Dunia di depan mataku masih saja sama
Sama-sama kosongnya
Sama-sama tak berjiwanya.
Mungkin, kita sedang saling mencari
Celah itu selalu ada dan menunggu untuk dimasuki
Hanya saja, mungkin kita yang tidak awas untuk memahami
Lalu akhirnya celah itu lewat begitu saja, tak terisi
Atau mungkin sedang tidak ada celah?
Mungkin saat ini kamu sedang terisi penuh?
Dan bisa jadi justru saat ini kamu sedang tidak ingin mencari celah.
Ah, yasudahlah, mau diapakan juga aku akan sama saja, sama-sama menerkanya.
Minggu, 23 Februari 2014
Sedetik yang Mengakhiri
Akhirnya kutemukan juga...
Akhirnya harus kuhadapi juga...
Sedetik yang mengakhiri segalanya.
Pengharapan, penantian, pun pemantauan tak berujung yang dulu dari hari ke hari terjalani
Kesabaran yang dulu sempat terekspektasikan berbuah manis
Rubuh seketika, dalam satu detik, luruh bersama waktu yang berjalan kemudian
Dan kudapati aku yang biasa saja, bahkan seperti terlahir kembali
Aku yang sekarang adalah orang yang sama, meski sudah tak membawa hati yang dulu sempat ku bawa kemana-mana
Aku yang sekarang sudah lebih bisa menerima kenyataan, bahwa akupun kini sedang tidak melepaskan, namun menyadarkan diri bahwa akulah dulu yang dilepaskan
Dulu, iya, dulu.
Sudahlah, harus kuakui bahwa ini bukanlah sebuah proses pelepasan, melainkan penerimaan.
Dua detik selanjutnya giliran kelenjar airmataku bekerja, atas ijinku dan ijin-Nya
Ia, aku biarkan ia mengeluarkan sisa-sisa airmata yang tertahan untukmu
Namun satu lagi yang perlu kamu tahu, bahwa di detik itu pula tiap-tiap rasa yang tertinggal akan turut terbuang
Adil bukan?
Air mata yang berbayar kelegaan, keikhlasan, kekuatan atas sebuah penerimaan akan terkuras habis.
Lima detik selanjutnya adalah senyuman
Bahkan sedikit menertawakan diri sendiri
Menertawakan tiap-tiap kebodohan atas pilihan bertahan dalam ketidak pastian.
Menertawakan tiap-tiap keidiotan melewatkan waktu yang berharga dan terbuang percuma
Iya, mungkin aku bodoh dan idiot, 1000% berkebalikan denganmu
Namun sekali lagi, sebuah proses penerimaan besar membekukan tawaku, aku hanya tersenyum beberapa detik kemudian, senyum insyaf.
Ah, akhirnya waktu itu datang juga...
Batas waktu peminjaman hatiku untukmu sudah berakhir dan sudah tidak bisa diperpanjang lagi.
Tidak akan pula ada toleransi bagiku untuk meminjam sosok semu-mu dalam tiap-tiap imajinasiku.
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di depan sana, namun jelas, pengharapanku atasmu sudah selayaknya berbatas, dan kini bahkan hanya sekedar bertajuk keajaiban Tuhan jika itu terlaksanakan.
Ah, tidak... pengharapan itu mungkin adalah satu-satunya hal yang harus dilepaskan jika ini benar-benar sebuah penerimaan yang besar.
Ya, sedetik yang kutemui beberapa hari yang lalu itu adalah sedetik yang mengakhiri.
Jawaban atas tiap-tiap pertanyaan
Ajaibnya, di detik yang sama, aku seolah-olah sedang tidak berhadapan dengan sebuah jiwa yang sedang patah hati, melainkan seorang tahanan yang baru saja dilepaskan dari jeratan hukum karena ternyata tidak terbukti bersalah.
Haha, bukan, ini bukanlah sebuah pembenaran.... bukan masalah siapa yang bersalah dan siapa yang tidak.
Ini hanyalah tentang sebuah kelegaan yang tercipta karena sebuah penerimaan.
Penerimaan bahwa akulah yang dilepaskan.
Penerimaan bahwa aku bukanlah yang engkau pilih untuk menjadi satu-satunya.
Dan juga tentang pelepasan.
Pelepasan atas pengharapan yang terlalu tinggi
Pelepasan atas sebuah penantian panjang yang tak kunjung datang
Pelepasan atas tiap-tiap jawaban yang ditunjukkan dalam sedetik itu, sedetik yang mengakhiri.
Akhirnya harus kuhadapi juga...
Sedetik yang mengakhiri segalanya.
Pengharapan, penantian, pun pemantauan tak berujung yang dulu dari hari ke hari terjalani
Kesabaran yang dulu sempat terekspektasikan berbuah manis
Rubuh seketika, dalam satu detik, luruh bersama waktu yang berjalan kemudian
Dan kudapati aku yang biasa saja, bahkan seperti terlahir kembali
Aku yang sekarang adalah orang yang sama, meski sudah tak membawa hati yang dulu sempat ku bawa kemana-mana
Aku yang sekarang sudah lebih bisa menerima kenyataan, bahwa akupun kini sedang tidak melepaskan, namun menyadarkan diri bahwa akulah dulu yang dilepaskan
Dulu, iya, dulu.
Sudahlah, harus kuakui bahwa ini bukanlah sebuah proses pelepasan, melainkan penerimaan.
Dua detik selanjutnya giliran kelenjar airmataku bekerja, atas ijinku dan ijin-Nya
Ia, aku biarkan ia mengeluarkan sisa-sisa airmata yang tertahan untukmu
Namun satu lagi yang perlu kamu tahu, bahwa di detik itu pula tiap-tiap rasa yang tertinggal akan turut terbuang
Adil bukan?
Air mata yang berbayar kelegaan, keikhlasan, kekuatan atas sebuah penerimaan akan terkuras habis.
Lima detik selanjutnya adalah senyuman
Bahkan sedikit menertawakan diri sendiri
Menertawakan tiap-tiap kebodohan atas pilihan bertahan dalam ketidak pastian.
Menertawakan tiap-tiap keidiotan melewatkan waktu yang berharga dan terbuang percuma
Iya, mungkin aku bodoh dan idiot, 1000% berkebalikan denganmu
Namun sekali lagi, sebuah proses penerimaan besar membekukan tawaku, aku hanya tersenyum beberapa detik kemudian, senyum insyaf.
Ah, akhirnya waktu itu datang juga...
Batas waktu peminjaman hatiku untukmu sudah berakhir dan sudah tidak bisa diperpanjang lagi.
Tidak akan pula ada toleransi bagiku untuk meminjam sosok semu-mu dalam tiap-tiap imajinasiku.
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di depan sana, namun jelas, pengharapanku atasmu sudah selayaknya berbatas, dan kini bahkan hanya sekedar bertajuk keajaiban Tuhan jika itu terlaksanakan.
Ah, tidak... pengharapan itu mungkin adalah satu-satunya hal yang harus dilepaskan jika ini benar-benar sebuah penerimaan yang besar.
Ya, sedetik yang kutemui beberapa hari yang lalu itu adalah sedetik yang mengakhiri.
Jawaban atas tiap-tiap pertanyaan
Ajaibnya, di detik yang sama, aku seolah-olah sedang tidak berhadapan dengan sebuah jiwa yang sedang patah hati, melainkan seorang tahanan yang baru saja dilepaskan dari jeratan hukum karena ternyata tidak terbukti bersalah.
Haha, bukan, ini bukanlah sebuah pembenaran.... bukan masalah siapa yang bersalah dan siapa yang tidak.
Ini hanyalah tentang sebuah kelegaan yang tercipta karena sebuah penerimaan.
Penerimaan bahwa akulah yang dilepaskan.
Penerimaan bahwa aku bukanlah yang engkau pilih untuk menjadi satu-satunya.
Dan juga tentang pelepasan.
Pelepasan atas pengharapan yang terlalu tinggi
Pelepasan atas sebuah penantian panjang yang tak kunjung datang
Pelepasan atas tiap-tiap jawaban yang ditunjukkan dalam sedetik itu, sedetik yang mengakhiri.
Kamis, 20 Februari 2014
Bilamana
Bilamana airmata telah tiada
Sedih dalam diam, bungkam
Tangis tak lagi bisa menjadi sebuah pertanda
Sebab kelenjar di kedua sudut mata itu telah mengering
Bilamana hati tak lagi bisa merasa
Sakit sudah tak lagi bisa dibilang sakit
Senang sudah tak lagi bisa dibilang senang
Hitam tak lagi hitam dan putih tak lagi putih
Ah, polusi tak lagi hanya berada di udara, air maupun tanah
Dia sudah merambah ke sudut-sudut hati yang tak lagi bisa bekerjasama dengan otak
Mungkin jika bisa dibedah, organ vital itu telah tergerogoti dan tak berbentuk
Hati mengeras, ada, namun tak lagi berfungsi sebagaimana mestinya
Mungkin kini hidup hanya sebuah formalitas
Perjalanan hanya tinggal sebuah kosa kata untuk pergerakan tanpa tujuan
Perasaan hanya sebuah kosa kata yang tak lagi bisa dirasakan
Hidup, tak lagi hidup, meski tak pula bisa dikatakan mati...
Sedih dalam diam, bungkam
Tangis tak lagi bisa menjadi sebuah pertanda
Sebab kelenjar di kedua sudut mata itu telah mengering
Bilamana hati tak lagi bisa merasa
Sakit sudah tak lagi bisa dibilang sakit
Senang sudah tak lagi bisa dibilang senang
Hitam tak lagi hitam dan putih tak lagi putih
Ah, polusi tak lagi hanya berada di udara, air maupun tanah
Dia sudah merambah ke sudut-sudut hati yang tak lagi bisa bekerjasama dengan otak
Mungkin jika bisa dibedah, organ vital itu telah tergerogoti dan tak berbentuk
Hati mengeras, ada, namun tak lagi berfungsi sebagaimana mestinya
Mungkin kini hidup hanya sebuah formalitas
Perjalanan hanya tinggal sebuah kosa kata untuk pergerakan tanpa tujuan
Perasaan hanya sebuah kosa kata yang tak lagi bisa dirasakan
Hidup, tak lagi hidup, meski tak pula bisa dikatakan mati...
You do, me too.
Dalam beberapa detik di hari ini aku menemuimu, dan aku mendapati fakta bahwa kamu tak lagi sendiri.
Aku tersenyum meski sedikit air mata terjatuh juga.
Aku tersenyum sebab baru saja mendapati petunjuk-Nya, dan menangis terharu.
Mungkin disinilah akhir sekaligus awal yang baru (?)
Baik-baiklah dengan teman hidup pilihanmu, semoga dialah yang terbaik.
Saat ini, sudah saatnya aku untuk menepati janjiku.
Saat ini, mungkin sudah cukup bagiku untuk menebus kesalahan di masa lalu, dengan mendapatimu dengan dia yang baru.
Aku lega, aku bahagia.
Ya, saat inilah waktunya.
Sudah saatnya bersiap untuk berjalan dengan bebas dalam arti yang sebenarnya bukan?
Terimakasih, kamu.
Benteng terkuat yang pernah ada, tameng tertangguh yang sempat kupunya.
You do, me too.
You do, me too.
Rabu, 19 Februari 2014
Untuk Inilah Teman Ada [#FF2in1]
Talita berulah lagi. Bukan dengan tindakan sarkastis
seperti preman atau penjahat sih, bukan. Tapi perang dingin denganku dan kedua
temanku yang lain. Selalu gelagat aneh itu. Kami sih sudah biasa. Bad mood yang berimbas uring-uringan,
diam dan nggak enaklah pokoknya kalau mau diajak bercanda. Yang seperti ini nih
kerjaan dia yang big no buat
kita-kita. Nggak pake salam atau pertanda apa-apa lagi. Duh, kalau sudah begini
yasudah, mau gimana lagi, buat mencairkan suasana juga nggak bisa. Intinya,
harus nungguin bad mood-nya hilang
baru kita bisa ngajak ngobrol dia. Capek deh ya ngehadapin teman kita yang satu
ini kalau udah begini, berulang-ulang lagi.
“Mel… tinggalin dulu aja nih si Lita?” tanyaku pada
Melda.
“Iya deh, percuma aja kan kalau ditunggu nggak
mendingan-mendingan juga…”
“Baiklah…”
Aku dan Melda memutar
arah duduk kami, lalu hendak melangkah menjauh sebelum tiba-tiba…
“Melda, Fanya, mau kemana kalian?” panggil seseorang, Saskia.
Aku dan Melda
berpandang-pandangan.
“Talita bikin ulah lagi tuh Sas, kita gak betah nungguin
di sini…,” ucapku berbisik-bisik.
Saskia menggeleng-gelengkan kepala. Lalu dia mendekati Talita.
“Lita, what’s going
on? You look so bad…,” sapa
Saskia setelah menepuk bahu Talita lembut.
Talita menatap Saskia
dengan pandangan kosong. Lalu tiba-tiba memeluknya. Pertahanan airmatanya
jebol. Aku dan Melda saling pandang, menyaksikan dalam diam.
“Ma..mam..mama sama Papa tengkar.. lagi Sas, pa..parah…,”
jawab Talita sesenggukan.
Saskia mengusap-usap kepala
Talita, matanya juga turut berair.
“Sudah, nangis aja Lit.. gak papa kalau itu bisa nenangin
kamu…,” ucapnya.
Untuk beberapa waktu Talita menangis dalam pelukan
Saskia. Kami berkumpul dalam bungkam. Astaga… kenapa kami tadi malah berniat meninggalkannya?
Sungguh, selama ini kami tidak pernah mau menanyakan alasan kenapa tiba-tiba
Talita menjadi bad mood. Ternyata,
bisa jadi saat itu Talita sedang sedih tapi tidak bisa mengungkapkannya. Dan
kali ini, puncaknya. Teman macam apa kami… Melihat Talita masih menangis
sesenggukan dalam pelukan Saskia, tanpa diberi aba-aba kami langsung menghambur
kearah mereka. Pertahanan air mataku turut jebol. Trenyuh melihat Talita
sekaligus merutuki kebodohanku. Seharusnya, untuk inilah teman ada. Teman yang
baik, harusnya bisa menjadi saudara dan ada dalam suka dan duka.
Karena Aku Mencintaimu [FF2in1]
"Ren, elu kenapa nggak move on aja sih? Betah aja gitu
masih nunggu yang nggak pasti ke depannya bakalan gimana", celoteh Nada
tiba-tiba.
"Eh, apa? Soal Nugi lagi?
Yaudahlah ya, gue yang ngejalanin, kenapa elu yang rempong sih? Hahaha",
aku menguraikan tawa mendengar celoteh gadis seumuranku itu, Nada Anastasya.
Sahabat karibku sejak dua tahun yang lalu.
"Ya masalahnya elu udah kayak
zombie aja deh, mati segan, hidup kayak mati".
"Ih, enak aja... hidup kok
gue, hidup. Elu tenang aja Nad. Ada saatnya gue bakalan menghentikan semua
proses yang elu anggap gila ini," jawabku. Lalu Nada terdiam, kepalanya
menggeleng berulang-ulang.
"Sedeng lu ya!"
Aku hanya tersenyum, berlalu
meninggalkannya di belakangku.
Kenapa
pula tiba-tiba Nada mengingatkanku pada Nugi Firmansyah, laki-laki yang dulu
sempat datang dalam hidupku lalu pergi entah kemana semenjak lulus dari SMA. Hanya
sekejap, namun sungguh, bagiku, hingga kini dia masih mengisi sebagian ruang
dalam hidupku. Beberapa bulan yang lalu aku menemukannya kembali dalam akun
jejaring sosial. Namun aku enggan menyapanya dalam bentuk apapun. Ah, biar saja
dia melakukan apapun semaunya. Datang dalam hidupku mungkin memang bukan
pilihannya, untuk pergi, bisa jadi itu menjadi keinginannya. Tak apa, bagiku
kehadirannya dulu sungguh bermakna, biar saja ia tidak menyadari. Melalui akun
itu aku terus memantaunya. Aku mencoba melihat dengan siapa ia saat ini mulai
membangun kisah baru setelah pergi dariku. Dan aku menemukan gadis itu.
Sekali-lagi tak apa.
Namanya
Ferita Iskandar. Teman sekampusnya. Cantik dan hangat. Setidaknya itulah yang
aku tangkap dari isi percakapan mereka dalam akun jejaring sosialnya.
Sepertinya mereka sudah menjalin hubungan cukup lama, bisa jadi setelah putus
dariku. Aku tersenyum. Ah, aku teringat pada janjiku padanya. Ada perbedaan
besar diantara kami yang mungkin tak bisa membuat kami bersatu. Ini ujian, dia
memutuskan pergi dariku untuk sementara di kala itu. Dan katanya, aku harus melupakannya.
Baiklah, mungkin saat ini aku harus memenuhi janjiku. Janji untuk melepaskannya
jika dia sudah bersama dengan yang lain. Aku mengarahkan kursor pada kolom yang
menunjukkan identitasnya, melihat nomor handphone-nya
lalu mengirim short message untuknya:
“Selamat
Nugi, semoga bahagia dengan yang baru. Saatnya bagiku untuk menepati janji. You do, me too.”
Ya, semenjak hari itu aku melepaskannya,
mengikhlaskannya, sebab aku mencintainya.
Selasa, 18 Februari 2014
Sebuah Pencarian
Terseok, bisa jadi seperti itu, saat ini. Bukan karena apa, atau siapa, tapi justru karena kesemuanya hadir dan pergi begitu saja. Setiap rasa, setiap masa. Kini mungkin hampir habis masamu, sama seperti yang lain. Ah, sudah tidak sabar. Mencuci habis setiap rasa dan perasaan yang pernah menggelitik sudut-sudut hati yang peka. Tuhan tidak sedang mengantuk, tentu saja. Mana bisa? Ini bukan kesalahan. Ini proses untuk bertemu akhir, sebuah pencarian. Tidak akan pernah ada kata sesal dalam mengenal pun menjalarkan rasa-rasa tertentu yang jelas merampas rasa bebas. Aku harus tersenyum, harus bersyukur. Setidaknya, ada satu makna tersampaikan dalam sebuah pencarian ini bukan? Bahwa sebuah pencarian bukanlah tentang apa yang dicari, bukan pula tentang apa yang seharusnya terjadi, tapi tentang apa yang ditemui. Terkadang kita tidak bisa mengelak, bahwa 'rasa' adalah sebuah anugerah. Hanya saja, pasangan sejati bukan lagi berbicara tentang jumlah waktu dari kesemuanya, melainkan ketepatan dan ketetapan. Bahwa sepasang hati yang tertaut, akan dipertemukan dan dipersatukan pada waktu dan tempat yang tepat, atas ketetapan-Nya.
One Day Trip to Malang~ #Part 2 (Burger Buto)
Saat pergolakan batin dan perdebatan berlangsung, tiba-tiba saja ada sebuah mobil hitam yang berhenti di depan kami. 2 penumpang dari kereta kelinci hijau pindah ke mobil itu. Lantas bapak sopir di depan membuka jendela mobil dan menyuruh kami naik mobil itu. Kebingungan, Sheika bertanya mengenai benar atau tidak kami boleh menumpang mobil tersebut dengan gratis, dan Bapak sopir bilang,”Iya, apasih yang enggak buat mbak-mbaknya~”. Jadilah, Sheika lalu membuka pintu depan, sedang emak nikmah membuka pintu tengah. Kalau tidak salah mobilnya merupakan mobil Avanza hitam, sama-sama milik Jatim Park. Emak Nikmah sudah naik ke bagian tempat duduk belakang saat kemudian terjadi perbincangan antara Bapak sopir dan emak Nikmah. Usut punya usut, ternyata Bapak Sopir melihat tiket gelang warna ungu yang dipakai emak Nikmah. Sedangkan mobil tersebut digunakan untuk pengunjung dengan tiket terusan, tiket yang berwarna putih, jadi sebenarnya kami tidak boleh memakai jasa pengantaran tersebut. K Tik tok... tik tok.... waktu seakan berhenti berdetak saat kami tahu kenyataan tersebut (#halah). Spontan saya yang sedang memegang pintu mobil ingin langsung menutup kembali pintu mobilnya ._. Biar... biar emak Nikmah yang ada di dalam, yang turun lagi, biar... biar... ._. Sheika juga menutup pintu depan lalu menghampiri kami yang hampir masuk lewat pintu tengah. Sedang emak Nikmah masih belum turun juga. Sepertinya waktu di dunianya Emak Nikmah sedang benar-benar mati saat itu, jadinya dia cuman mematung di dalam, dalam posisi hendak duduk, hahahaha. Xp Dua penumpang lain yang ada di dalam mungkin saja sebenarnya ingin tertawa, tapi tidak tega, pokoknya, hening bangetlah saat itu, hehehe.
Tapi beberapa saat kemudian emak Nikmah memberi kode, “masuk..”. Huwoooooo! Syurgaaa! Entah jurus apa yang dipakai emak Nikmah untuk merayu Bapaknya, hingga akhirnya kami diperbolehkan untuk menumpang. Mungkin, jurus memelas semelas-melasnya, hehe. Itu kelongoran ke sekian yang terjadi, yang sekaligus membongkar kelongoran yang sudah pernah terjadi sebelumnya. Apa itu? Yaitu bahwasanya, ternyata, usut punya usut lagi, mobil yang tadi kami tumpangi saat akan menuju Eco Green Park juga punya rules yang sama dengan mobil yang kami tumpangi saat pulang. Berlaku hanya untuk penumpang dengan tiket terusan. Sedangkan kami? Saat itu malah belum punya tiket -_____-‘ Kata Pak Sopir, kami sedang beruntung saja, mungkin sopirnya masih baru, soalnya seharusnya ngeliat dulu warna tiket yang melingkar di pergelangan tangan. Astaganaga.... Alhamdulillah..#eeh.
Di dalam mobil itu kami banyak membisunya. Yang berceloteh saat itu si Sheika, belagak-belagak gak tahu apa-apa gitu, jadinya nanya-nanya, hahaha. Palingan beberapa dari kami cuma kadang-kadang saja menimpali, atau minta maaf karena baru tahu rules-nya. Mungkin semacam pengalihan pembicaraan kali ya, pertanyaan selanjutnya dibelokkan tentang transportasi apa yang bisa kami tumpangi untuk bisa sampai ke Malang kota. Diskusi berjalan cukup lama, dan akhirnya, Bapak tersebut mau menawarkan diri untuk mengantarkan kami ke terminal terdekat. Soalnya, transportasi umum yang bisa kami tumpangi cuma bisa didapat di sana. Apalagi saat itu sudah jam 5 lebih, transportasi sudah semakin jarang bisa didapat. Setelah bercakap-cakap dan mendapatkan penawaran itu, kami langsung mengiyakan dengan hati sangat-sangat senang. Cuma, kami jadi mendadak bingung dengan berapa rupiah yang harus kami bayarkan ke bapak tersebut. Bapak tadi menawarkan untuk mengantar kami ke terminal terdekat dengan bayaran yang ‘pantas’. Nah, ukuran ‘pantas’ ini yang kami tidak tahu pastinya~ Tiba-tiba handphone kami mendapatkan sebuah short message, dari Sheika. Inti isinya, siapa saja yang punya uang pecahan sebesar Rp 20.000,00, diharapkan untuk menyiapkannya dulu, soalnya, dia tidak punya uang pecahan sebesar itu. Merasa uang sebesar itu kurang cukup jika dibandingkan dengan jasa tumpangan baik saat datang maupun saat pulang dari Eco Green Park, kami bermaksud menambahkan lagi menjadi Rp 30.000,00. Uang sudah disiapkan saat kami turun di terminal, lalu diberikan ke Pak Sopir oleh Sheika. Tapi ternyata, uang yang diberikan oleh Sheika cuma Rp 20.000,00, hahaha. Baiklah, semoga Bapaknya menerima dengan ikhlas, dan semua pihak yang membantu kami saat itu mendapatkan bayaran yang setimpal, lebih besar malah kalo bisa... dari Allah SWT~ :’)
Setelah turun dari mobil jasa pengantar pengunjung tersebut, kami berpindah ke angkutan umum berwarna pink, jurusan terminal Landungsari. Eh, tanpa disangka-sangka, saat memasuki lyn tersebut, kami bertemu lagi dengan rombongan dari Surabaya yang kami jumpai saat akan menuju Jatim Park. Ulala... kami langsung terbahak, tidak menyangka, bagaimana bisa dipertemukan dengan orang yang sama dalam se-lyn lagi. Tapi ya begitulah kenyataannya~ :p Di dalam lyn pink itu, sama seperti saat mengendarai lyn ADL menuju Jatim Park, kami meramaikan suasana dengan percakapan-percakapan yang bikin ngakak. Perbincangan yang lagi hot saat itu adalah tentang kelongoran kita menumpang mobil jasa pengantar pengunjung yang seharusnya tidak dipebolehkan bagi pengunjung yang tidak membeli tiket terusan. xp Ketiga anggota rombongan yang satunya berdiam diri, mungkin dalam hatinya merutuki keramaian kami, terlalu berisik~ Apalagi, usut punya usut, ternyata rombongan tersebut berjalan kaki hingga ke terminal untuk bisa menemukan lyn pink itu. Sebenarnya, itu jarak yang lumayan jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki... Nah, sedangkan kita, dengan enaknya menumpang pada mobil yang seharusnya tidak boleh ditumpangi ._. Oh, yasudahlah... beda antara longor dan beruntung mungkin juga tipis kali ya~ hehehe.
Sesampainya di Landungsari, kami oper lyn lagi dan berpisah dengan rombongan yang satunya. Kalau tidak salah, mereka menumpang lyn LDG (Landungsari-Dinoyo-Gadang), sedangkan kita menumpang lyn ADL lagi. Kami hendak mencari lokasi stand Burger Buto di Jalan Sarangan – Malang. Dan setelah bertanya beberapa kali ke sopir angkutan, lyn ADL ini-lah yang kemungkinan bisa mengantarkan kami untuk selangkah lebih dekat dengan Burger Buto. Yasudah, kami mengikuti petunjuk dan menumpang pada lyn ADL. Di dalam lyn, salah satu dari kami berbincang-bincang lagi dengan Pak Sopir, menanyakan tentang apakah beliau tahu dimana lokasi Burger Buto yang terletak di Jalan Sarangan. Sedikit mengajak bercanda sepertinya, Pak sopir itu menunjukkan arah-arahnya, tapi ujung-ujungnya bilang,” Lha... itu jalan Sarangan mbak, nah kalo Burger Buto-nya, saya belum tahu, belum pernah masuk mbak, hahaha”. Tik...tok.. tik tokk... Baiklah pak~
Kami
akhirnya hanya mengikuti kemana arah lyn ADL tersebut melaju. Lumayan lama, dan
hujan juga masih galau; kadang berhenti, kadang gerimis, kadang turun dengan
derasnya. Nah, di tengah jalan, Pak Sopir lyn ADL menawarkan bantuan lagi
kepada kami untuk mengantarkan hingga depan Burger Buto. Akhirnya melihat hujan
yang cukup deras, kami mengiyakan. Karena jalan Sarangan tidak termasuk dalam
rute lyn ADL, maka kami harus menambah ongkosnya menjadi Rp 30.000,00. Yasudah,
setimpallah insya’Allah dengan pelayanan yang kami dapat, hehehe. Dan yipppiii,
finally kami sampai di Kedai 27, Burger Buto! \^o^/ Kami sampai di Kedai 27
sekitar pada pukul 18.20-an. Eh tapi sayangnya, ternyata beberapa menu Burger
Buto yang kami incar sudah sold out. Ah,
syedihhh... padahal kedai ini buka pukul 13.00 WIB. Saking larisnya kali ya~
Akhirnya,
kami memesan beberapa menu yang saat itu masih ada. Karena kelaparan (lagi),
menu nasi bakar menjadi pilihan kami selain burger buto. Empat dari lima orang
memilih Nasi bakar dengan lauk ayam resep mertua (kalo tidak salah) sebagai
menu pengenyang perut. Dan ah, sedaaap sekali ternyata pemirsa! Makan
berlaukkan rasa lapar adalah kunci kenikmatan utama sepertinya :p Setelah
menghabiskan menu tersebut, beberapa diantara kami masih kelaparan rupa-rupanya.
Mereka hendak memesan menu yang sama lagi. Nah, sayang sekali, ternyata, semua
menu nasi, baik nasi putih maupun nasi bakar sudah ludes terjual dan tidak bisa
dipesan lagi.. kasihan ya yang perutnya masih lapar... Padahal jeda antara
pemesan kami yang pertama tadi belum terlalu lama lho, duh, cepat sekali
habisnya~ Yasudah, karena sudah habis, maka pengganjal perut yang selanjutnya
adalah Burger Buto. Seperti namanya, Burger ini punya size yang lebih besar dari ukuran burger biasa. Kami memesan Burger
Buto dengan lelehan keju. Seporsi harganya kurang lebih Rp 25.000,00 kalau
tidak salah. Begini nih penampakan Burger Buto spesial kami :3
Burger besar itu kami potong menjadi lima bagian, dan masing-masing dari kami mendapat bagian sepotong. Hahaha. Setelah selesai makan besar, kami memperbincangkan rencana kami selanjutnya sembari menghitung utang piutang~ Jarum jam menunjukkan pukul 20.00 WIB pada saat itu. Sudah cukup malam rupa-rupanya. Hasil perbincangannya, seperti rencana semula, Sheika dan Pipin akan melanjutkan perjalanan untuk pulang ke Surabaya dengan menggunakan bus pada malam itu juga. Sedang saya, Bebski dan Emak Nikmah akan menginap semalam di Malang. Menginap? Ulala... nangkring di stand fast food 24 hours tepatnya, KFC. ._. Yak, kami akan mencari KFC terdekat untuk menumpang hingga pagi menjemput.
Burger besar itu kami potong menjadi lima bagian, dan masing-masing dari kami mendapat bagian sepotong. Hahaha. Setelah selesai makan besar, kami memperbincangkan rencana kami selanjutnya sembari menghitung utang piutang~ Jarum jam menunjukkan pukul 20.00 WIB pada saat itu. Sudah cukup malam rupa-rupanya. Hasil perbincangannya, seperti rencana semula, Sheika dan Pipin akan melanjutkan perjalanan untuk pulang ke Surabaya dengan menggunakan bus pada malam itu juga. Sedang saya, Bebski dan Emak Nikmah akan menginap semalam di Malang. Menginap? Ulala... nangkring di stand fast food 24 hours tepatnya, KFC. ._. Yak, kami akan mencari KFC terdekat untuk menumpang hingga pagi menjemput.
Setelah
keputusan didapat, kami bergegas meninggalkan Kedai 27. Di depan pintu masuk,
kami bertemu dengan seorang tukang parkir dan kami bermaksud untuk menanyakan
dimana lokasi KFC terdekat. Pertanyaan kami dijawab dengan entengnya oleh tukang
parkir tersebut. Katanya begini,” Dekat kok mbak, naik lyn apa saja bisa.
Lyn-nya yang searah dengan terminal Arjosari, nanti KFC-nya ada di kanan
jalan.” Runtuh sudah keinginan kami
untuk berjalan kaki menuju KFC seiring dengan lahirnya jawaban tersebut.
Akhirnya, mengikuti petunjuk dari tukang parkir tadi, kami berjalan menuju
jalan besar dan menumpang lyn ADL tujuan Arjosari. Eh, ternyata setelah
disusuri, kami tidak menemukan KFC disepanjang perjalanan. Yang kami temui
adalah stand fast food lain, Pizza
Hut. Duh, pasti mas tukang parkirnya keliru, menyangka Pizza Hut sebagai KFC. -____-
Akhirnya, di persimpangan jalan selanjutnya, saya, Bebski dan Emak Nikmah turun
dari angkutan, sedangkan Sheika dan Pipin tetap berada di angkutan dan bergerak
menuju terminal Arjosari. Kami berpisah di lokasi tersebut setelah berpamitan
ria~ Yak, perjalanan Sheika dan Pipin di kota Malang mungkin sudah berakhir
pada saat mereka menumpang sebuah bus menuju Surabaya di terminal Arjosari.
Sedangkan untuk saya, Bebski dan Emak Nikmah, perjalanan masih belum berakhir
pemirsa~ Masih ada semalam lagi~
Setelah
turun dari lyn ADL yang menuju terminal Arjosari tersebut, kami memutar haluan.
Dengan bertanya kepada beberapa orang, akhirnya kami menumpang lyn AG menuju KFC
Sarinah, KFC terdekat yang bisa kami singgahi dari lokasi tersebut. Ya
begitulah, di sepanjang hari itu kami percaya saja kepada Bapak sopir angkutan,
dan siapa saja yang memberi kami petunjuk arah di mana tempat yang kami tuju
berada. Mau salah, mau benar, ya kami ikuti, haha. Kami sama-sama buta arah
sih. :p Di dalam lyn itu kami juga ngobrol dengan mbak-mbak, membicarakan
seputar lokasi KFC, jam oprasi lyn di pagi hari dan lyn apa yang harus kami
tumpangi besok pagi jika ingin menuju terminal Arjosari. Andalan pemirsa,
dimanapun kita berada, jika tidak bisa bertanya pada peta, maka masyarakat
setempat adalah satu-satunya kunci petunjuk arah yang kita tuju. Banyak-banyak
bertanya saja, malu bertanya sesat di jalan lho~ (dalam arti yang sebenarnya
:p).
Beberapa
menit kemudian, kami sampai di tempat yang kami tuju. Jarum jam menunjukkan
pukul 21.10 menit-an lah. Lantas kami langsung mencari tempat kosong di sana. Karena
di lantai satu kami tidak menemukan colokan listrik, kami menuju lantai dua
untuk bisa mendapatkannya. Eh, ternyata tidak seperti di Surabaya, di sini
memang tidak terlalu banyak terdapat colokan listrik. Yang kami temukan saat
itu justru bangku sofa panjang yang sedang kosong di teras depan. Kalap ingin
menaruh punggung, saya dan Bebski langsung tiduran tanpa memesan menu terlebih
dahulu. Bahkan mungkin sudah memejamkan mata beberapa menit, hahaha. Emak
Nikmah mengungsi di bagian dalam, memperjuangkan kehidupan handphone-nya yang perlu asupan listrik agar tetap menyala. Barulah
beberapa menit kemudian kami memesan ‘sesuatu’.
Merasa
sudah cukup kenyang, menu yang langsung saya habiskan adalah hazelnut coffee. Sayanglah kalau gak
langsung diminum, keburu dingin dan jadi gak mantap, hehehe. Ini bukan kali
pertama kami menghabiskan malam di tempat makan yang sama. Pada tahun 2012,
kami sempat melakukan aksi ini, menumpang menunggu pagi. Saat itu kami
menghabiskan hari di Malang Tempoe Doloe (MTD) bersama sekitar 30 anak
Begajulers, teman kuliah saya. Sepanjang sejarah perjalanan mbolang, kali itu
merupakan perjalanan dengan pasukan terbanyak menggunakan transportasi umum,
kereta api Penataran Dhoho. Huwooo, seru lah pokoknya. Tapi sayangnya kami tidak
mendapat tiket kereta untuk pulang ke Surabaya pada sore harinya. Akhirnya,
beberapa dari kami (kalau tidak salah 13 anak) memutuskan untuk nggelandang di Malang hingga pagi tiba,
agar kami bisa pulang dengan kereta. Sedangkan anak-anak yang lainnya pulang
lebih dahulu menggunakan bus pada hari itu juga. Ya begitulah, 13 anak yang
tersisa menghabiskan malam hingga MTD bubar, benar-benar bubar. Setelah itu,
kami melanjutkan untuk menunggu di KFC hingga pagi. Menyedihkan? Tidak! Justru
pengalaman yang seperti inilah yang nagih, dan pastilah akan dikenang. J
Benerankan, saking nagihnya, aksi ini kami ulang di Penghujung Januari 2014 di
kota yang sama, meski lokasi berbeda. Bedanya, kali ini kami cuma bertiga dan
tanpa cowok yang bisa jadi bodyguard,
hahaha. Untungnya, hawa di malam yang ini tidak sedingin pada malam sehabis
MTD-an dulu.
Kegiatan
kami pada waktu itu hanya chit chat sekenanya, termasuk mengomentari pengunjung
lain yang ada di sekitar kami juga, hahaha. Menarik perhatian sih, cewek-cewek
cantik banyak banget, sayangnya... ngerokok. ._. Ah, boleh dong itu dituker
wajahnya sama kita :3 hahaha. Nah, sayangnya, sekitar pukul 22.10-an, ada kabar
nggak enak yang kita dapet dari TL twitter. Ternyata, pada sore itu, jalur
Malang-Kediri terputus oleh longsor pada sembilan titik di daerah Pujon dan
juga terdapat banjir bandang di daerah Ngantang di karenakan hujan deras yang
mengguyur pada sore tadi. Innalillahi... Alhamdulillah-nya, kita tidak jadi
pulang pada sore itu ._. Agak sedikit cemas juga sih, kami mengkhawatirkan
tidak bisa pulang lewat jalan normal Malang-Kediri, dan malas memang jika harus
memutar lewat jalur Blitar, sebagai jalur lain menuju Kediri. Lebih malas lagi
kalau harus pulang lewat Surabaya -,- Kalau harus lewat Surabaya lagi, kan
mending ikutan pulang barens Sheika sama Pipin, hahaha. Maka, satu-satunya
pilihan, kami memutuskan untuk mencoba memburu tiket kereta api pada besok
shubuh. Kereta, satu-satunya transportasi ternyaman untuk kita manfaatkan jika
memang harus menempuh jalur Malang-Kediri via Blitar. Tapi itu hal yang
mustahil sepertinya, mengingat besok adalah hari H pemberangkatan kereta,
sedangkan tiket sudah bisa didapat sejak H-7. Alternatif lain, berdasarkan
informasi dari seorang teman, besok kami harus mencoba mencari bus Puspa Indah
di terminal Landungsari untuk memastikan apakah bus ini beroperasi atau tidak.
Biasanya, ketika ada jalur yang tidak bisa dilewati, bus ini punya jalan
alternatif sendiri untuk menuju Kediri. Dan berdasarkan informasi tersebut,
saya baru tahu, bahwa jika ingin menuju Kediri, terminal yang harus kami tuju
bukanlah terminal Arjosari, melainkan terminal Landungsari. Pantaslah kalau
saat tiba di terminal Arjosari pada pagi itu kami tidak melihat satupun bus
jurusan Kediri berkeliaran atau mencari penumpang. -__- Yayaya, benar-benar
buta arah kan~
Sekitar
pukul 23.00 lebih, saya dan Bebski memejamkan mata kembali. Kalau nggak tidur,
nanti bisa-bisa keburu diusir dari sofa nyaman itu, soalnya jam satu lantai
atas memang ditutup, hahaha. Lumayanlah tidur sejam dua jam~ Beneran, sekitar
jam 1 ada karyawan yang datang ke atas dan memberi tahukan bahwa lantai atas
akan ditutup. Mendengar suara mas-nya, tanpa diaba-aba saya langsung bangun
dari tidur, terduduk, dan bersiap-siap, hahaha. Sedangkan Bebski memang sudah
bangun lebih dahulu. Ya begitulah, akhirnya kami pindah ke lantai bawah.
Sayangnya, di lantai bawah tidak ada sofa yang nyaman untuk tidur lagi~ Tapi
Bebski menemukan colokan listrik untuk menghidupkan laptop-nya, dan yasudah,
mengutak-atik laptop menjadi kesibukan Bebski selanjutnya, sambil kami asyik
chit-chat dari A sampai Z lagi. Bahkan, ada karyawan yang juga ikut chit chat
dengan kami. Dikiranya kami anak kost yang kost-nya sudah terkunci, jadinya
nginep di sana, hahaha.
Emak
Nikmah kemudian jatuh tertidur terlebih dahulu, soalnya sedari tadi memang
belum tidur katanya, hahaha. Sedangkan saya, karena tidak ada kesibukan,
memaksakan diri untuk tidur di bangku dengan posisi kepala tertelungkup di meja
pada pukul 03.20 WIB. Kalau Bebski, dia masih bertahan untuk mengutak atik laptop
hingga kami terbangun lagi pada pukul 04.20 WIB. Setelah terbangun, kami segera
berkemas dan berpamitan sekaligus mengucapkan terimakasih kepada karyawan yang
tadi ngajak kami ngobrol. Tujuan kami yang selanjutnya adalah stasiun Kota
Malang. Lokasinya tidak terlalu jauh dari KFC. Dan kami sudah sedikit tahu arah
jalan ke sana, soalnya, lokasi KFC tersebut tidak begitu jauh dari lokasi KFC
tempat kami menginap pada jaman MTD dulu. Nah, tapi karena sedikit lupa juga,
jadi kami selingi dengan bertanya kepada siapa saja yang bisa kami jumpai agar
tidak sesat di jalan, hahaha. Malang di kala malam sedikit mencekam
rasa-rasanya~ Hal itu kami rasakan saat berjalan di shubuh hari pada jaman MTD
2 tahun yang lalu dengan bersama 13 orang anak. Nah ini, kami justru hanya
bertiga. Tapi yaudahlah yaa~ kalau kita nggak ada niatan ngeganggu ‘sesuatu’,
bismillah nggak ada apa-apa kok~ hehe. Ya gitudeh, nggak tahu kenapa malah
perjalanan dengan Bebski dan Emak Nikmah di malam itu justru lebih tidak
mencekam dibandingkan pengalaman 2 tahun yang lalu. Ya mungkin, karena ini
bukan pengalaman pertama, hehehe.
Dua
puluh menit kemudian, kami sampai di lokasi. Segera saja kami menuju loket
penjualan tiket untuk memastikan mengenai apakah masih ada tiket yang tersisa.
Sayang sekali, seperti dugaan kami, tiketnya sudah ludes~ Baiklah, tidak boleh
berputus asa~ Selanjutnya yang kami tuju adalah tempat ibadah, hendak
menunaikan shalat shubuh. Setelah bertanya-tanya, kami memutar lagi arah jalan
kami menuju daerah dekat SMA N 1 Malang untuk bisa mendapatkan masjid.
Alhamdulillah, dapat~ Kira-kira sekitar pukul 5, kami baru mencari lyn ADL,
menuju terminal Landungsari untuk mencari bus menuju Kediri. Dan sekali lagi,
sayang sekali, setelah sampai di terminal Landungsari kami memang menemukan
banyak bus Puspa Indah, tapi Bus Puspa Indah yang tidak beroperasi...-.-‘’
Sepertinya jalur terdekat Malang-Kediri memang putus total, jadinya bus-bus itu
tidak bisa beroperasi. Menuruti saran dari Bapak-bapak sopir bus, kami akhirnya
menuju terminal Gadang dengan menggunakan lyn LDG (Landungsari-Dinoyo-Gadang).
Menurut keterangan bapak sopir, dari terminal ini, kami harus menumpang bus
jurusan Blitar, lalu oper bus Kawan Kita di terminal Blitar. Ah, ini berarti,
jalur yang akan kami tempuh akan 2 kali lebih panjang daripada perjalanan yang
seharusnya~
Setelah
mendapat lyn LDG, kami mengikuti kemana pak sopir membawa kami. Cukup lama,
karena harus memutar arah ke arah awal yang sudah kami lewati pada saat
berangkat, jadinya saya sempat tertidur juga di jalan, hahaha. Barulah pukul
06.19 WIB kami mendapatkan bus jurusan Blitar di daerah Gadang, yang entahlah,
ternyata kami tidak diturunkan di terminal~ ._. Selanjutnya, kami hanya perlu
mengikuti ke mana saja arah bus ini melaju. Sudahlah, semenjak menginjakkan
kaki ke dalam bus, semua kami percayakan pada pak sopir yang sedang mengendara
bus supaya baik jalannya~ #halah :p Alhamdulillah, bus ini bus AC tarip biasa,
jadi lumayan menghemat kantong sekaligus nyaman buat tidur, hahaha. Ya
begitulah, di sepanjang perjalanan, kami memilih untuk tidur. Selain karena
ngantuk kurang tidur, ya lebih baiklah daripada harus melihat jalur berkelok-kelok
ala pegunungan, gak tega ah~ Emang nggak se-ngeri jalur Pujon sih, tapi ya sama
aja, sama-sama naik bus-nya. Naik kendaraan ‘gede’ dijalan sempit
berkelok-kelok emang aseli lebih ngeri daripada sekedar naik mobil, apalagi
sepeda motor kok ya~
Selanjutnya,
agak lupa sih, mungkin sekitar pukul setengah sepuluh kami sampai di terminal
Patria, kota Blitar. Selanjutnya, harus oper bus lagi di sini, bus Kawan Kita,
bus andalan yang beroperasi di sekitar kota Kediri-Blitar-Nganjuk, hahaha. Nah,
di sini, bener-bener udah habis deh ya uang di dompet kecuali beberapa ribu
doang, akhirnya saya terpaksa meminjam uang ke emak Nikmah untuk bayar tiket
bus, hahaha. Soalnya di sepanjang perjalanan saya tidak menemukan dan tidak
memungkinkan ke ATM sih~ :p Sejak berpindah ke bus ini, mata sudah melek yang
bener-bener melek. Kami tinggal menunggu untuk diturunkan di tempat yang dekat
dengan rumah setelah sampai di Kediri. Setelah itu, kami berpisah di jalan~ Dan
akhirnya, sekitar pukul 11.05 WIB saya sampai di rumah saya tercinta.
Aaaarrggghhh, dengan sampainya saya di rumah, berarti ini sekaligus mengakhiri
perjalanan dan pengalaman menyenangkan di penghujung bulan Januari 2014, sekaligus
engh.... unidentified, campur-campur
deh rasanya >,< Alhamdulillah, tambah satu lagi deh ya perjalanan dan
pengalaman yang bakal terkenang, perjalanan dan pengalaman nggelandang satu malam di kota orang, kota Malang. Huwooooo, 1 day trip Longor bersama sista-sita
kece! Big thanks dan salam peluk cium
buat kalian yeee :**** Kasih salam yuuk, welcome
bulan kasih sayang, Februari! :D
-The End-
One Day Trip to Malang~ #Part 1 (Eco Green Park)
Kali
ini mau nyeritain satu kisah klasik saya nih. Trip saya bareng empat orang
teman yang wonder womennya gak perlu dipertanyain lagi, haha. Ini bukan trip
pertama yang tersingkat perencanaannya, yang teramburadul implementasinya, atau
ter-yang lainnya. Tapi, jelas yang terlongor se-Januari menjelang Februari
2014, kenapa? Soalnya trip ini kami nikmati pada 31 Januari 2014 J
dan emang longornya kebacut, hahahaa.
Yak, semuanya berawal pada Rabu
pagi, 29 Januari 2014. Saat itu saya lagi sibuk-sibuknya nge-revisi proposal
skripsi yang emang deadline-nya jatuh di hari itu juga. Tiba-tiba aja ada one short message dari mak remps, salah
satu temen saya yang emang rempong abis, hehe. Kenalin, namanya Alfina Hapsari
a.k.a Pipin, si perawan Kalimantan :p Isinya? Ajakan buat ngerayain kelarnya
sertifikasi K3 nya dia, seminar proposal skripsi saya dan juga temen Arab Ampel
kite, si Sheika Aulia Tasniim a.k.a perawan Cipaganti~ :p Intinya, pada pagi
itu mak remps dapet ilham entah darimana (mungkin hasil semedi, haha) buat
ngajak kita nge-trip ke Malang di hari Jum’at itu. Setelah perdebatan panjang,
yang sempet tersendat juga gara-gara keriwehan revisi, dll, akhirnya didapatlah
keputusan bahwa kita bakal berangkat di hari Jum’at pagi, pukul 05.30 WIB.
Ngumpul di salah satu basecamp andalan
saat mau nge-trip, sekarang sih, sebut aja almarhum
basecamp Hendra Unix. Iya, soalnya, tempat bernama Hendra Unix-nya emang
udah gak ada, hiks. :’(
Jadilah
hari itu datang juga. Kami bakal berangkat berlima; saya, Pipin, Sheika, Bebski
(Nurul Chabibah), sama emak Nikmah. Sebenarnya mau ngajak anak-anak lain juga,
tapi mengingat banyak keterbatasan, terutama masalah transportasi, kesibukan,
posisi keberadaan, dll, akhirnya kami cuma mengajak beberapa anak aja (mohon
ma’af bagi yang merasa dirugikan atau gimana-gimana sebelumnya ._.). Ya
begitulah, kami berangkat dari basecamp jam
06.15 WIB, iya, molor 45 menit-an karena bla bla bla~ Nah, tujuan awalnya adalah
ke rumah sdri. Sheika yang memang deket sama terminal Purabaya-Surabaya.
Sesampainya di sana, kirain si miss Ampel udah kelar semua-muanya ya~ Eh,
ternyata belum juga -_- Dan jadilah akhirnya kami berangkat dari terminal
Purabaya sekitar pukul 08.00-an dengan bus jurusan Malang.
Kemana
kami akan menikmati hari itu? Belum ada yang tahu, iya, belum ada rundown pasti yang telah disepakati,
haha. Jadilah diskusi tentang tempat tujuan berlangsung di atas bus saat itu
juga. Untungnya, Sheika sudah mencatat beberapa tujuan yang menarik, sekaligus
angkutan apa saja yang harus kami naiki. Kesepakatan pun didapat dari perdebatan
panjang, yaitu bahwa tujuan utama kami pada trip
kali ini adalah Eco Green Park di Jatim Park
2, Kota Batu-Malang. Tujuan lain akan menyesuaikan, tapi keinginan lain saat
itu adalah mampir ke Burger Buto di Kedai 27 Jalan Sarangan-Malang. Entah bagaimana
step by step menjalani hari itu, tak
ada satupun dari kami yang tahu. Ibaratnya nih, sudah punya rencana strategis
berupa mengunjungi Eco Green Park, tapi kita nggak punya rencana
operasionalnya. Semuanya bakal mengalir begitu aja, menyesuaikan dengan situasi
dan kondisi. Yang jelas, the trip must go on, yeah! \m/
Berangkat
pukul 8 pagi berarti akan sampai di Malang sekitar dua jam kemudian. Dan benar,
dengan membayar tiket bus sebesar Rp 12.000,00 per orang, sampailah kami di
Terminal Arjosari pada pukul 10 lewat 15 menit. Selanjutnya, kami harus
menumpang angkutan berkode ADL (Arjosari-Dinoyo-Landungsari) untuk kemudian
turun di terminal Landungsari, mencari angkutan yang bisa mengantar kami menuju
daerah wisata Jatim Park di Batu. Tidak butuh waktu lama untuk mencari lyn ADL
ini, sebab, sepertinya stok lyn-nya memang cukup banyak. Kami bertemu tiga
orang asal Surabaya di lyn ini, dan mereka juga akan menuju daerah wisata yang
sama. Karena kami memiliki tujuan yang sama, akhirnya Bapak sopir angkutan
menawarkan untuk mengantarkan kami ke daerah tersebut dengan membayar Rp
10.000,00 per orang. Lumayanlah, lebih praktis dibandingkan harus turun di
Landungsari untuk oper lyn lain yang kemungkinan juga akan habis segitu
biayanya. Sebenarnya kami juga ditawari untuk dijemput oleh Bapak sopir, dengan
syarat, rombongan yang dijemput juga sejumlah orang yang diantar pada saat itu,
8 orang. Karena tidak bisa memastikan pulang jam berapa, akhirnya kami cuman
bertukar nomor HP, berjaga-jaga apabila nantinya kami jadi meminta untuk
dijemput.
Sekitar
pukul 11.30 WIB kami sampai di lokasi yang kami tuju dan berpisah dengan
rombongan yang satunya, kami menuju Eco
Green Park di Jatim Park 2. Hujan gerimis langsung menyambut kami saat kami
turun dari lyn. Tanpa tau arah yang jelas dan seberapa jauh jarak yang harus
ditempuh untuk sampai di Eco Green Park, kami
berjalan mengikuti petunjuk anak panah. Tapi semakin lama gerimis tak lagi
sekedar rintik-rintik. Kami sedikit kebingungan dan sangsi akan seberapa jauh
lagi jarak yang harus ditempuh. Tepat sekali, saat itu lewatlah sebuah mobil
pengantar pengunjung dari Jatim Park 1 ke Jatim Park 2. Iseng-iseng saja kami
melambaikan tangan, siapa tau sopirnya mau memberhentikan mobil dan
mengantarkan kami. Benar saja, saat melambaikan tangan, mobil itu berhenti.
Sheika yang spesialis berdiskusi dengan sopir langsung membuka pintu depan dan bertanya-tanya
sebentar dengan Mas Sopir, dan setelah itu, kami naik ke dalam mobil pengantar
gratis setelah mendapat kode, “Boleh”. Alhamdulillah... lumayan, tidak jadi
berbasah-basah air hujan dan keringat, hehehe. Nah, tapi ternyata, setelah
sampai di lokasi, kami baru tau bahwa jaraknya tidak begitu jauh dari tempat
kami menumpang mobil pengantar tadi -___-‘.
Beberapa
dari kami langsung menuju toilet saat tiba, beberapa ber-foto-foto ria. Ini nih beberapa hasilnya :D
Kemudian terbelilah tiket masuk untuk lima orang dengan harga Rp 50.000,00 per
anak, karena memang hari itu week end, bertepatan
dengan Imlek pula. Di hari biasa, tiketnya hanya seharga Rp 45.000,00. Setelah
tiket di tangan, kami tidak lantas bergegas masuk ke dalam area Eco Green Park. Kenapa? Karena perut
keroncongan, minta diisi ._. Kemudian kami menuju deretan warung makan di depan
area wisata, mencari tempat makan yang lebih murah daripada di area wisata yang
bisa ditebak, pasti lebih mahal dari harga wajar.
Warung bakso Pak Jay-lah yang
terpilih menjadi tempat makan siang itu. Semangkuk hangat bakso dengan harga Rp
10.000,00, langsung menambah tenaga kami, sedaap. Dikejar waktu, kami segera
menyelesaikan makan siang sekaligus sarapan dengan cepat, meski tidak bisa,
tentu saja. Kebanyakan cas cis cus rempong rumpik sih, haha.
Background-nya nuansa Imlek nih ;)
Ini sista Arab Ampel, a.k.a Sheika Aulia Tasniim :))
Ini saya :D
Ini emaknya anak-anak, a.k.a Emak Ni'mah Rahmawati Nur Islami :D
Ini mak Remps, a.k.a Alfina Hapsari :))
Ini kak Bebski, a.k.a Nurul Chabibah :))
Mejeng bareng (minus mak remps) di depan pintu masuk Eco Green Park ;))
Begini nih bingungnya milih tempat makan di sana~ :p
Barulah pada pukul 12.45 WIB kami
menyegerakan diri masuk ke dalam Eco
Green Park. Saat kami masuk, mendung masih menggelayut di langit tempat
kami berpijak. Dan memang, rintik gerimis sekali-sekali masih meluncur dari
awan-awan hitam di atas sana. Tapi, seperti tidak mau kalah dengan mendung,
sesekali matahari muncul dari balik awan, membuat suasana menjadi lebih cerah,
dan hangat. Tak perduli dengan perlombaan antara matahari dan awan hitam di
siang itu, kami tetap menikmati area-area di Eco Green Park. Bahkan, suasana seperti itu tidak membuat kami
lantas bergerak cepat, sekalipun kami paham, kami sedang dikejar waktu. Sebab,
malam di hari yang sama, pukul 18.45 WIB, kereta api Penataran-Dhoho akan
menjemput dua teman kami untuk pulang kembali ke Surabaya. Sedang sisanya
(saya, Bebski dan Emak Nikmah) rencananya akan pulang kampung ke Kediri dengan
menggunakan bus, jadi, lebih fleksibel lah~
Kami
menikmati satu per satu keunikan di depan kami; miniatur pertanian, kolam ikan,
barang-barang daur ulang seperti cafe dengan memanfaatkan botol bekas, patung gajah
dari televisi bekas, robot dari barang bekas dan lain sebagainya. Kayak foto di bawah ini nih uniknya :p
Nah, bangunan
pertama yang kami kunjungi saat itu adalah semacam rumah serangga. Di dalamnya
ada berbagai macam serangga hidup dan ada juga yang diawetkan. Kupu-kupu dan
beberapa serangga lain yang telah diawetkan disusun rapi membentuk pola yang
cantik di dalam bingkai yang terpanjang di dinding. Tentu saja, semua itu
menarik untuk dijadikan objek foto. Yup! Di sepanjang perjalanan itu memang tidak
ada yang tidak menarik untuk difoto. Apalagi, rombongan teman yang ada bersama
saya seharian itu adalah penggila foto, ehem...kecuali sayalah tentu saja~ :p Berikut hasil gila-gilaan hunting foto di sepanjang awal perjalanan di sana :))
Peternakan Burung Flamingo :)
Miniatur Candi dan Padepokan jaman dulu ;)
h Foto bareng di depan miniatur dampak bencana alam. Makanya, biar bumi kita nggak kayak gitu, jaga lingkungan yuk!:))
Pose seru-seruan baca peta Eco Green Park :p
Ini nih, cipta karya berbentuk gajah yang dibuat dari televisi bekas! Kreatif ya :D
Hiasan dari serangga yang dibentuk menyerupai burung dan daun, serta tulisan "Eco Green Park" :)
Berfoto bersama hiasan kupu-kupu raksasa dari kupu-kupu yang dikeringkan :)
Berbagai macam kupu-kupu yang telah diawetkan
Kepompong asli :p
Kupu-kupu biru :D
Pose gak jelas! Hahaha, yang penting happy lah yaa :3
Setelah keluar dari area rumah
serangga, tujuan selanjutnya adalah musholla. Jarum jam menunjukkan pukul 13.40
WIB dan kami harus segera menunaikan sholat Dzhuhur sebelum terlewat batas
waktunya. Pukul 14.05 WIB kami selesai bergantian menjalankan ibadah dan segera
melanjutkan perjalanan. Ternyata, musholla itu terletak di dekat pintu masuk.
Jadi, kami yang tadinya sudah sampai di rumah serangga harus memutar arah untuk
kembali ke musholla. Oh...ini berarti seperti kembali ke titik nol~ Dan itu
artinya, kami harus mengulang rute awal kami dari pintu masuk ke arah rumah
serangga. Belum lagi setelah dari musholla itu kami berpapasan dengan beberapa
badut lucu; owl, bebek, elang, duh... semuanya bikin gak tahan buat nggak minta
foto bareng :’’ . Dan yak, waktu berasa berjalan dengan cepatnya~
Foto bareng badut-badut lucu :3
Pose bareng Owl :p
Area
selanjutnya adalah area unggas. Mulai merak, burung unta, kuntul, dan bangsa
aves lain dapat kami temui di area ini. Burung beo, kakak tua, atau burung cantik lain yang berwarna dan bisa
terbang terletak di area terpisah. Begitu juga elang dan burung hantu yang
masing-masing mereka memiliki banyak jenis. Semuanya menarik untuk difoto, tapi
lagi-lagi, karena berbenturan dengan waktu, kami hanya sepintas lalu mengamati
mereka dan baru berhenti di tempat foto bersama burung-burung cantik :3
Langsung saja, para penggila foto mengatur posisi untuk berfoto bersama burung
warna-warni yang cantik ini. Meski agak ngeri juga dijadikan tempat hinggap
oleh beberapa burung besar yang terkadang tidak bisa diam dan mematuk-matuk
salah satu lengan teman kami. Tapi, overall
kami berhasil berpose cantik, tidak kalah cantik dengan burung-burung yang cantiknya
istimewa :p Ini nih pose kami :D
Tempat yang kami kunjungi selanjutnya adalah rumah terbalik. Tempat tujuan yang sedari tadi kami cari. Selepas dari sini, mungkin tidak akan menyesal melewatkan tempat lain jika memang terpaksa harus segera bergegas turun ke Malang, mengejar waktu. Seperti namanya, rumah terbalik ini isinya rumah dan perabot yang terbalik. Atap di bawah, lantai, kursi, dan perabot lain yang seharusnya di bawah jadi di atas. Unik lah. Begini nih kira-kira penampakannya~
Tempat yang kami kunjungi selanjutnya adalah rumah terbalik. Tempat tujuan yang sedari tadi kami cari. Selepas dari sini, mungkin tidak akan menyesal melewatkan tempat lain jika memang terpaksa harus segera bergegas turun ke Malang, mengejar waktu. Seperti namanya, rumah terbalik ini isinya rumah dan perabot yang terbalik. Atap di bawah, lantai, kursi, dan perabot lain yang seharusnya di bawah jadi di atas. Unik lah. Begini nih kira-kira penampakannya~
Penampakan depan rumah terbalik
Numpang mejeng di dalam rumah terbalik
Nah, itu penampakan seperangkat sofa yang ada di atap rumah :p
Kalo ini lampu ruang tamu yang justru ada di bawah :))
Ini toilet pemirsa, toilet ala rumah terbalik :p
Didalam rumah terbalik juga ada semacam rumah kaca yang jadi satu dengan rumah terbalik ini. Sempat kesasar-sasar sih, hahaha. Puas dari rumah terbalik, kami melanjutkan perjalanan lagi. Area selanjutnya yang sempat kami kunjungi adalah area labirin yang di dinding-dindingnya terdapat lukisan besar. Fungsi lukisan ini, ya apalagi kalau bukan untuk teman berfoto-ria. Seperti misalnya lukisan kupu-kupu raksasa. Kupu-kupu ini dibuat besar biar pas dengan postur manusia. Sehingga, saat kita berdiri di depannya dan menutupi tubuh kupu-kupu (ulat), kita seolah-olah akan seperti punya sayap kupu-kupu saat difoto. Hmmm... memuaskan para pencinta foto memang~ Nih hasilnya :D
Emak Nikmah pose goreng telur burung gede-nya :p
Saya dong, punya peliharaan kupu-kupu gede di lengan :p
Mak Remps, pose ngasih makan kuda :3
Bebski, pose nahklukkin T-Rex pemirsah :|
Yang ini udah gak di arena lukisan dinding, tapi berhubung kita sama-sama suka makan duren, pura-puranya lagi punya banyak duren nih, pasti uweenaak kalo beneran :p
Beberapa
arena lain yang sempat kami kunjungi adalah rumah pengolahan sampah (kalo tidak
salah), kebun organik berisi strawberry, sawi, tomat cherry, jamur, paprika dan
semacamnya, lalu area sapi perah dan kambing perah. Setelah itu kami bertemu
dengan sepasang orang yang tubuhnya dicat silver dan memegang bola yang dicat
silver juga. Fungsinya? Sebagai objek foto lah, apalagi~ Kami berhenti lagi di
sini untuk bergantian mengambil foto dengan mereka. Selanjutnya, kami berhenti
di lokasi pertunjukan burung. Tapi tempat ini sepi, rupa-rupanya, di jam itu sedang
tidak ada jadwal untuk melakukan pertunjukan. Karena bangunannya bagus, seperti
misalnya ada patung Marilyn Monroe yang rok-nya tertiup angin di atas bangunan,
jadilah kami mengambil beberapa foto di sana. Nih hasilnya :p
Di dekat bangunan pertunjukan burung itu ada cafe Eco Green. Cafe yang di atas atapnya digelantungi oleh banyak pot berisi tanaman menjulur. Cantik dan hijau, lagi-lagi, unik. Dari petunjuk yang ada, untuk membeli makanan di sini kita harus mengisi kartu dulu. Pembelian dilakukan melalui kartu ini. Semacam apa yaa.. kartu tol elektronik milik Bank B*A mungkin sistemnya, hehe. Nih nih, sista sista lagi duduk-duduk cantik :3
Di pinggir cafe ini terdapat kolam ikan. Ehm... bukan kolam mungkin, ya pokoknya semacam tempat yang berisi ikan-ikan pemakan sel-sel kulit yang mati itu lhooo, yang digunakan sebagai therapy. Penasaran seperti apa rasanya dikerumuni ikan, kami segera mengatur posisi untuk mencelupkan kaki ke air. Padahal, saat itu kami tahu, seharusnya kami segera menuju ke musholla untuk menunaikan sholat Ashar dan melanjutkan perjalanan turun ke Malang.
Di dekat bangunan pertunjukan burung itu ada cafe Eco Green. Cafe yang di atas atapnya digelantungi oleh banyak pot berisi tanaman menjulur. Cantik dan hijau, lagi-lagi, unik. Dari petunjuk yang ada, untuk membeli makanan di sini kita harus mengisi kartu dulu. Pembelian dilakukan melalui kartu ini. Semacam apa yaa.. kartu tol elektronik milik Bank B*A mungkin sistemnya, hehe. Nih nih, sista sista lagi duduk-duduk cantik :3
Di pinggir cafe ini terdapat kolam ikan. Ehm... bukan kolam mungkin, ya pokoknya semacam tempat yang berisi ikan-ikan pemakan sel-sel kulit yang mati itu lhooo, yang digunakan sebagai therapy. Penasaran seperti apa rasanya dikerumuni ikan, kami segera mengatur posisi untuk mencelupkan kaki ke air. Padahal, saat itu kami tahu, seharusnya kami segera menuju ke musholla untuk menunaikan sholat Ashar dan melanjutkan perjalanan turun ke Malang.
Niatnya
sih sebentar saja merasakan digigiti ikan kecil-kecil itu. Jarum jam sudah
menunjukkan pukul 16.20 WIB, lebih 20 menit dari jadwal keluar dari Eco Green
Park untuk turun ke Malang yang sudah kami tetapkan. Tapi ternyata, lumayan
lama kami menunggu ikan untuk datang dan memakan sel-sel mati di telapak kaki
kami, jadinya terlena deh~ Oh iya, kami sempat bertemu dengan salah satu dosen
kami di tempat therapy ikan itu, Bu Wid. Rupa-rupanya, beliau juga sedang
berlibur bersama keluarga. Sempet cas cis cus basa-basi, salah satunya ditanya
naik apa ke lokasi wisata itu, dan kamipun menjawab bahwa kami nggelandang memakai angkutan dari
Surabaya ke sana. Hingga tiba-tiba, “BREEEEESSSS!!!!”. Hujan turun dengan
lebatnya. K
Saya dan teman-teman langsung kebingungan dengan bagaimana cara kami untuk
turun ke Malang dengan hujan selebat itu. Sedang saat itu kami dalam kondisi
belum sholat, tidak membawa payung ataupun jas hujan, tidak tahu masih ada
angkutan umum atau tidak di luar sana, tidak tahu bisa mengejar jadwal kereta
atau tidak, dan hasrat untuk mengunjungi stand Burger Buto masih besar. Dilema,
kami berdiskusi sejenak dan kemudian dari hasil diskusi akhirnya dua teman kami
merelakan untuk membatalkan mengejar kereta mereka, serta lebih memilih untuk
mampir ke Burger Buto. Sedang saya dan dua teman lain yang menuju Kediri
spontan langsung enggan untuk pulang malam itu juga. Hujan, gelap, dan jalur
menuju Kediri yang berliku-liku menciutkan niat kami untuk pulang. Beruntun,
saya dan emak Nikmah menghubungi orang rumah untuk memberi kabar bahwa kami
malam itu akan menginap di Malang terlebih dahulu, tidak jadi pulang. Menginap
dimana? Belum tahu -_-
Pukul
16.40 WIB kami berpindah ke musholla untuk menunaikan shalat Ashar. Untung
lokasinya dekat dengan cafe, sehingga hujan tidak membuat kami basah-basah
amat. Setelah shalat, kami masih menunggu hujan reda di depan mini market dekat
mushalla sambil berbincang tentang rencana selanjutnya. Masih tidak tahu harus
turun ke Malang menggunakan apa, dan tidak tahu kapan hujan reda. Opsi A sampek
Z terlontarkan begitu saja, termasuk, pengandaian seumpama tadi ditawari buat
nebeng sama Bu Wid, hehe. Lumayanlah kalo bisa nebeng sampai Malang :p Setelah
hujan reda, kami segera mengambil langkah seribu untuk keluar dari Eco Green
Park. Eh, tapi sebelum sampai pintu keluar, hujan turun lagi -__-‘ Saat itu
posisi sedang tepat berada di depan bioskop 3D kalo tidak salah. Dan horay! Ada
sedikit harapan, kami tiba-tiba saja menemukan sosok Bu Wid di antara kerumunan
orang yang juga sedang berteduh. Tapi kami tidak lantas langsung menyapa, masih
sekedar berbisik-bisik, seolah-olah memikirkan strategi bagaimana caranya biar
bisa nebeng sama Bu Dosen cantik :’. Ah, tapi pada akhirnya tak ada satupun
dari kami yang berani mengutarakannya ke Bu Wid -_-‘
Sembari
menunggu redanya hujan, kami tertarik untuk mencoba wahana yang ada di dekat
bioskop 3D hanoman. Eh, tapi sayang sekali, ternyata sudah lewat dari jam 17.00 WIB,
dan antrian sudah ditutup~ --‘ Baiklah~ Saat menuju wahana itu, kami melewati
Bu Wid dan menyapa beliau, dan saat tahu tidak bisa naik wahana serta hujan
yang sudah reda, kami berpamitan kepada Bu Wid. Mungkin di dalam hati, dengan
berpamitan kami sebenernya masih berharap buat diberi tumpangan sama beliau,
hehehe. :p Sayang sekali, Bu Wid melepas
kami dengan ikhlas~ Jadilah kami ber “yaah....” ria di dalam hati, lalu
ngeloyor menuju pintu keluar. Hujan kembali turun saat kami tepat berada di
depan bagian ticketing. Lagi-lagi
galau, harus naik apa turun ke Malang saat itu. Jadilah kami menunggu datangnya
kereta kelinci warna putih, yang menurut sopir mobil pengantar pengunjung yang
kami tumpangi tadi, kereta kelinci tersebut boleh ditumpangi gratis dari Jatim
Park 1 ke Jatim Park 2, atau sebaliknya. Tapi ternyata kereta tersebut tidak
kunjung datang, yang ada hanya kereta kelinci warna hijau dengan berisikan 2
orang penumpang. Nah, kereta kelinci hijau ini khusus mengantar pengunjung yang
membeli tiket terusan seharga Rp 150.000,00. Sudah kehabisan akal, kami
berencana menumpang kereta kelinci ini saja karena sepertinya tiket yang
melingkar di pergelangan tangan tidak diperiksa. Tapi kami masih ragu-ragu untuk
melaksanakan rencana tersebut, takut ketahuan tiket kami yang berwarna ungu,
bukan putih. Nah lhooo... gimana nih balik ke Batu-nya? ._.
*To be continued...*
Langganan:
Postingan (Atom)