Senin, 10 Desember 2012

Demi Waktu

Demi waktu. Umurku 20 tahun dan hampir 21 tahun. Ayahku? Hari ini beliau berulang tahun yang ke-67 tahun, seumur dengan NKRI. Eheh, Selamat Ulang Tahun Ayah. Semoga pertambahan umurmu membawa barokah dan semoga diberi panjang umur selalu! Aamiin =)
Beliau sosok sederhana, guru kesederhanaan dalam hidupku. J Beliau mengajarkan tentang kejujuran, dan terutama keikhlasan.  Sosoknyalah yang menjadi tumpuan. Selalu. Meski kini usianya tak lagi bisa dibilang muda. Meski kini ia tak lagi bekerja dan hanya seorang purnawirawan pegawai negeri sipil. Jika dibanding dengan Ayah dari teman-teman lain yang masih muda, mungkin gaji beliau tak seberapa. Tapi dia segalanya. Pelajaran dan kebermaknaan tidak hanya harus diukur dari sebatas gaji dan harta.
Dua hari yang lalu aku pulang ke ‘rumah’. Mendapat wejangan dari beliau, seperti biasa. Mulai dari duniawi hingga urusan dengan-Nya. Serta tersebut pula harapan beliau akan aku. Akan keinginannya untuk membiayaiku hingga S2, bahkan lebih jika perlu. Dengan ucapan yang sederhana pula. “ Semoga saja Bapak dapat rejeki, dan bisa nyekolahin kamu hingga S2”. Lalu beliau tersenyum.
Deg! Allah... Jantungku seakan melonjak. Rasa bersalah menjalar.
                Ayah.... hari ini aku ingin membuat pengakuan. Mungkin secara sederhana pula, sedangkal pola pikir yang aku mampu. Ayah... ma’af. Dua tahunku di sini berjalan tanpa terasa ada yang istimewa. Sungguh, aku tidak ingin mengatakannya tapi ini benar adanya. Aku bosan, dan ingin mencari sesuatu yang baru. Aku merasa lelah dan terkadang mencuri waktu untuk kesenanganku. Imanku yang tipis bahkan hampir terkuras habis. Ayah... aku malu jika harus berhadapan denganmu. Dan Ayah... sekali lagi ma’afkan anakmu...
Demi waktu. Aku tidak tahu kapan sisa waktuku dan sisa waktumu. Aku takut tidak memiliki cukup waktu untuk mewujudkan keinginanmu. Aku malu, ketika harus mengakui bahwa aku melakukan semua ini dengan penuh kesadaran. Dan aku malu, harus mengecewakan engkau dari belakang.
Untuk itu Ayah, dihari ulang tahunmu yang ke-67 aku tidak hanya ingin sekedar berjanji. Janji mudah terucap, tapi bukan berarti tidak mudah untuk diingkari. Aku Ayah, putrimu, mungkin akan lama bertransformasi menjadi seperti apa yang engkau inginkan. Namun Ayah, beri aku kesempatan. Sekali lagi... Meski aku tahu, akan selalu ada beribu-ribu kesempatan yang engkau berikan tanpa aku minta.
Ayah, aku tuliskan keinginanmu dalam peta besar project langkah hidupku. Akan aku hapus kebosananku dan mengubahnya menjadi sebuah kesenangan. Aku tidak tahu sesanggup apa aku. Yang aku tahu, akan selalu ada jalan bagiku untuk mampu memenuhi keinginanmu. Aku coba Ayah. Engkau tahu? Senyummu dan Ibu lah yang membuatku mampu bertahan tegar. Di sini, tak kan kusia-siakan pengorbananmu serta akan aku ukir keinginanmu, jauh ke dalam. Di sini *Tunjuk ke arah jantung*
Terimakasih Ayah, atas segalanya. Atas pengorbanan, keinginan, harapan, kesempatan dan keinginanmu. Sekali lagi, Happy Birthday Ayah, Fanani, BcHk. Semoga Allah selalu menjaga kesehatanmu dan Ibu. Barakallah. Aamiin. J
-With Love, your younger daughter-