Rabu, 25 Desember 2013

AJAIB

Ajaib, saya sebut mereka sebagai ajaib. Bahkan lebih ekstrim lagi, keajaiban. Iya, mereka adalah salah satu dari sekian keajaiban yang pernah menghampiri. Salah satu dari sekian banyak hadiah terindah diantara yang indah pemberian-Nya. Sesal? Mungkin dulu sempat ada. Sebab saya juga manusia  biasa, yang seringkali justru tak bisa melihat 'sesuatu' yang indah di depan mata. Yang seringkali melihat hijaunya rumput tetangga. Dulu, iya, dulu. Jika ditanya masih adakah sesal? Haha, kini bukan lagi sesal. Sebab cepat sekali bergantinya semenjak mulai benar-benar mengenal. Sesal itu telah berganti SYUKUR. Iya, saya bersyukur. Sebab Ia tempatkan saya di tempat yang saya BUTUHKAN, bukan yang saya inginkan.
Mereka ajaib. Sekelompok orang dengan seribu talenta jika saya boleh bilang. Tak sempurna semua talenta ada pada mereka tentu saja. Tapi sungguh, dari mereka saya banyak belajar. :)) Tidak untuk menjelma secara sempurna seperti salah satu dari mereka. Sebab hanya sejumput dua jumput, lalu dicampur menjadi satu. Orang-orang yang luar biasa. Haha, mungkin saya cuma seonggok pecundang di antara mereka, tak ada apa-apanya. Dan ya, tersebab itulah saya justru benar-benar bersyukur. :)) Terimakasih, 3,5 tahun yang akan segera menjelma menjadi 4 tahun-nya, IKMB 2010 FKM UA a.k.a BEGAJULERS. 

Minggu, 15 Desember 2013

Kotak Kaca

Kusebut batas-batas transparan ini sebagai kotak kaca. Mereka tak terlihat, persis seperti kaca yang tembus pandang. Mereka mengotak-i-ku. Aku bisa melihat dunia dari dalam, dan dunia bisa melihat aku dari luar. Kami saling melihat, namun batas tetaplah batas. Kusebut itu kebebasan, jika aku bisa terlepas dari kotak kaca dan merengkuh dunia. Aku ingin menjejak pada kebebasan, berkunjung pada belahan dunia bagian manapun yang ingin kukunjungi. Aku ingin berdiri tepat pada bekas batas kotak kaca, ingin kupecahkan sampai tak bersisa. Aku ingin tertawa di atasnya dan berucap, "Lihat? Aku mampu menghancurkanmu meski tanganku berlumur darah, meski tenagaku bahkan terkuras habis". Sebab yang akan aku dapat ketika menghancurkannya jauh lebih besar dari upaya dan resiko yang akan kutanggung ketika memecah kaca hingga berdarah-darah.  Sebab yang akan kutemui adalah kebebasan dan sentuhan-sentuhan nyata yang tak lagi berbataskan sekat. Aku, ingin, menjumpai kebebasan. Aku, ingin menjumpai kenyataan, bahwa aku, bebas.

Jumat, 13 Desember 2013

Ubah

Satu kata dasar yang penuh makna, bagi saya. Berubah, diubah, mengubah, terubah, apa saja yang kemudian hasilnya adalah perubahan. Ah.. kali ini saya merasa gagal segagal-gagalnya. Saya kira saya telah berubah, ternyata saya tidak, masih saja sama. Saya kira saya telah diubah oleh mereka dan telah terubah dengan sendirinya oleh keadaaan dan memang sebagian karena saya telah memutuskan untuk mengubah. Hahah. Sama saja dengan pharafrase di atas, hidup saya, diri saya, semuanya tampak membingungkan..

Ada banyak yang ingin saya sampaikan.. Tapi mata tak kuasa ditahan kantuknya, ingin terlelap lebih cepat sepertinya. Bagi saya, tidur itu kabur. Dan begitulah saya akhir-akhir ini, terlalu banyak kabur melalui banyak tidur. Well, semoga orang-orang yang saya sayang, yang saya kenal, selalu dalam keadaan bahagia, sehat dan sejahtera serta selalu dalam lindungan-Mu, wahai Sang Maha Pembolakbalik Hati... 

Senin, 09 Desember 2013

Usir saja aku. Sebab jika dulu aku takut untuk kehilangan dunia, juga tempat untuk berpulang, maka kini tidak lagi. Aku akan berpulang pada dunia dimana seharusnya aku berada, jika itu maumu. Oh, kali ini bukan hanya sekedar maumu, melainkan juga mauku. Aku berpulang, dan aku tidak takut pulang meski dengan tangan yang kosong. Aku tidak lagi takut jika harus berpulang pada planet tak berpenghuni sekalipun. Sebab dulu, bukankah seperti itu pula asalku? Sebab dulu aku pernah, maka pasti tidak akan bermasalah jika kali ini aku hidup di sana sekali lagi bukan? Terimakasih, sebab engkau memperkenalkan aku pada keramaian. Terimakasih, sebab engkau memperkenalkan aku pada keberanian. Dan sebab itulah pula, sekarang, aku berani berpulang. Teruntuk engkau, yang selalu menjadikan aku sebagai pilihan terakhir dalam keseharianmu, terimakasih.
Jika telah dibuang jauh, dan masih berusaha untuk kembali. Maka, apa namanya jika bukan bodoh?
Tuhan, untuk kali ini aku menyerah, dan mungkin memang demikianlah seharusnya.
Jikalaupun kelak Engkau berkata lain atasku, maka setidaknya biarkanlah aku terlepas dari semua ketidakpastian ini hingga semuanya menjadi pasti.
Dan Tuhan, mohon jangan jadikan aku sebagai pendendam.
Dan bahkan, aku tidak tahu bagaimana seharusnya mencintaimu.

Kamis, 05 Desember 2013

Hello (Again)

Hello (again), lama sudah tidak menjamah blog ini untuk berbagi, sekedar merekam peristiwa dan mengikatnya dengan untaian kata-kata... Sudah lama sekali vacum dari dunia tulis-menulis rasanya, tulisan yang panjang maksudnya, bukan nyampah di twitter dan lain sebagainya, heheh.

Saat ini sedang menyumpal telinga dengan sepasang headset. Yang terputar adalah serangkaian lagu dari Ost. Heirs. Mengalun, pelan, irama yang menenangkan. Iya, menenangkan, bagi saya, yang mungkin dramatis mengalun bagi sebagian orang. Ah, entah, lagu yang seperti ini selalu cukup menyenangkan, menenangkan. Selera musik apa? Siapa yang peduli, hahah. Sebab di sana saya menemukan tenang, refleksi diri, yang justru kemudian menimbulkan rasa syukur setelah berfikir mulai A hingga Z.

Sedang ada banyak yang difikirkan, sekarang. Tentang tulis menulis. Tentang sebuah pelarian. Tentang sebuah pencarian jati diri. Tentang kehidupan empat tahun belakangan. Tentang kehidupan di masa yang akan datang. Tentang orang-orang tersayang. Tentang apa yang sudah saya lakukan. Tentang, dia. 

Tulis menulis? Saya sempat melakukan pelarian darinya. Sempat menahan diri sekian lamanya untuk tidak menulis, kecuali beberapa kalimat saja. Atau setidaknya, berhenti menuliskan ''perasaan''. Dan seperti demikianlah saya pada perasaan dalam artian yang sebenarnya, melarikan diri. Sempat berpura-pura baik-baik saja, selama beberapa waktu. Padahal peperangan hebat sedang bergolak di dalam diri sendiri. Ah, tapi tenang... Kini saya sedang benar-benar baik-baik saja, semoga.

Tulis menulis itu adalah metode terbaik yang saya punya selama belasan tahun untuk menyampaikan ''perasaan''. Maka lari darinya, berarti seperti berlari dari rumah sendiri untuk berpulang. Sempat merasakan tumpukan emosi, gejolak-gejolak yang tak bisa dilepas begitu saja. Kehilangan kata-kata, bahkan.. kehilangan hati untuk bicara. Sebab tulis menulis adalah sebuah intrumen bagi saya, untuk berbicara dari hati ke hati, dengan diri sendiri.

Tak apa, setidaknya saya belajar menghargai. Setidaknya saya pernah mencoba belajar mencari jalan keluar. Belajar untuk bisa berbahasa verbal lewat kata-kata dan suara, meski akhirnya percuma. Pada akhirnya, saya harus berpulang pada rumah sendiri bukan? Demikianlah sekarang yang sedang saya lakukan, berpulang.

Tentang menjelang empat tahun belakangan. Banyak sekali yang terlewat untuk saya rekam lewat tulisan. Meski tetap saja, saya merekamnya di otak lekat-lekat. Hanya saja, sayang sekali, mungkin merekam dengan otak berkapasitas seadanya, sebab mungkin juga akan ada banyak hal yang terlewat. Maka saya membantu merekam peristiwa-peristiwa istimewa itu dengan hati. Setidaknya saya merekam bahwa saya sempat, masih dan akan terus mengenal kebahagiaan di sini. Bersama keluarga kedua, orang-orang tersayang dan dunia empat tahun saya. Bahwa saya sempat mengenal senang, mengenal kesal, mengenal haru, mengenal kasih sayang, mengenal ketulusan, mengenal perjuangan, mengenal pengabdian, mengenal cinta (mungkin), dan kesemua yang mungkin akan menciptakan rindu di masa yang akan datang. Sekalipun saat ini pun rindu itu sudah tercipta, dan saya cukup bahagia, teramat bahagia untuk merasakannya.

Banyak hal yang sudah saya coba, meskipun hal-hal yang belum saya coba masih lebih banyak lagi. Namun demikian, saya tetap harus berterimakasih bukan? Terimakasih atas pengalaman berharganya, kesempatan, kepercayaan, dan terimakasih telah memaafkan kesalahan. Bekal ini mungkin masih belum cukup untuk masa depan saya, namun setidaknya sangat lebih baik daripada tetap bertahan dengan diri saya yang dulu. Terimakasih untuk perubahan yang lebih baik, menurut saya, meski mungkin tidak bagi beberapa orang. Tak apa, saya bahagia, sempat merasakan apa yang telah saya rasakan. Alhamdulillah, terimakasih atas kesempatan dan anugerah-Mu yang luar biasa istimewa Ya Rabb.. :))