Minggu, 23 Februari 2014

Sedetik yang Mengakhiri

Akhirnya kutemukan juga...
Akhirnya harus kuhadapi juga...
Sedetik yang mengakhiri segalanya.
Pengharapan, penantian, pun pemantauan tak berujung yang dulu dari hari ke hari terjalani
Kesabaran yang dulu sempat terekspektasikan berbuah manis
Rubuh seketika, dalam satu detik, luruh bersama waktu yang berjalan kemudian

Dan kudapati aku yang biasa saja, bahkan seperti terlahir kembali
Aku yang sekarang adalah orang yang sama, meski sudah tak membawa hati yang dulu sempat ku bawa kemana-mana
Aku yang sekarang sudah lebih bisa menerima kenyataan, bahwa akupun kini sedang tidak melepaskan, namun menyadarkan diri bahwa akulah dulu yang dilepaskan
Dulu, iya, dulu.
Sudahlah, harus kuakui bahwa ini bukanlah sebuah proses pelepasan, melainkan penerimaan.

Dua detik selanjutnya giliran kelenjar airmataku bekerja, atas ijinku dan ijin-Nya
Ia, aku biarkan ia mengeluarkan sisa-sisa  airmata yang tertahan untukmu
Namun satu lagi yang perlu kamu tahu, bahwa di detik itu pula tiap-tiap rasa yang tertinggal akan turut terbuang
Adil bukan?
Air mata yang berbayar kelegaan, keikhlasan, kekuatan atas sebuah penerimaan akan terkuras habis.

Lima detik selanjutnya adalah senyuman
Bahkan sedikit menertawakan diri sendiri
Menertawakan tiap-tiap kebodohan atas pilihan bertahan dalam ketidak pastian.
Menertawakan tiap-tiap keidiotan melewatkan waktu yang berharga dan terbuang percuma
Iya, mungkin aku bodoh dan idiot, 1000% berkebalikan denganmu
Namun sekali lagi, sebuah proses penerimaan besar membekukan tawaku, aku hanya tersenyum beberapa detik kemudian, senyum insyaf.

Ah, akhirnya waktu itu datang juga...
Batas waktu peminjaman hatiku untukmu sudah berakhir dan sudah tidak bisa diperpanjang lagi.
Tidak akan pula ada toleransi bagiku untuk meminjam sosok semu-mu dalam tiap-tiap imajinasiku.
Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di depan sana, namun jelas, pengharapanku atasmu sudah selayaknya berbatas, dan kini bahkan hanya sekedar bertajuk keajaiban Tuhan jika itu terlaksanakan.
Ah, tidak... pengharapan itu mungkin adalah satu-satunya hal yang harus dilepaskan jika ini benar-benar sebuah penerimaan yang besar.

Ya, sedetik yang kutemui beberapa hari yang lalu itu adalah sedetik yang mengakhiri.
Jawaban atas tiap-tiap pertanyaan
Ajaibnya, di detik yang sama, aku seolah-olah sedang tidak berhadapan dengan sebuah jiwa yang sedang patah hati, melainkan seorang tahanan yang baru saja dilepaskan dari jeratan hukum karena ternyata tidak terbukti bersalah.
Haha, bukan, ini bukanlah sebuah pembenaran.... bukan masalah siapa yang bersalah dan siapa yang tidak.
Ini hanyalah tentang sebuah kelegaan yang tercipta karena sebuah penerimaan.
Penerimaan bahwa akulah yang dilepaskan.
Penerimaan bahwa aku bukanlah yang engkau pilih untuk menjadi satu-satunya.
Dan juga tentang pelepasan.
Pelepasan atas pengharapan yang terlalu tinggi
Pelepasan atas sebuah penantian panjang yang tak kunjung datang
Pelepasan atas tiap-tiap jawaban yang ditunjukkan dalam sedetik itu, sedetik yang mengakhiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar