Rabu, 19 Februari 2014

Untuk Inilah Teman Ada [#FF2in1]

            Talita berulah lagi. Bukan dengan tindakan sarkastis seperti preman atau penjahat sih, bukan. Tapi perang dingin denganku dan kedua temanku yang lain. Selalu gelagat aneh itu. Kami sih sudah biasa. Bad mood yang berimbas uring-uringan, diam dan nggak enaklah pokoknya kalau mau diajak bercanda. Yang seperti ini nih kerjaan dia yang big no buat kita-kita. Nggak pake salam atau pertanda apa-apa lagi. Duh, kalau sudah begini yasudah, mau gimana lagi, buat mencairkan suasana juga nggak bisa. Intinya, harus nungguin bad mood-nya hilang baru kita bisa ngajak ngobrol dia. Capek deh ya ngehadapin teman kita yang satu ini kalau udah begini, berulang-ulang lagi.
            “Mel… tinggalin dulu aja nih si Lita?” tanyaku pada Melda.
            “Iya deh, percuma aja kan kalau ditunggu nggak mendingan-mendingan juga…”
            “Baiklah…”
Aku dan Melda memutar arah duduk kami, lalu hendak melangkah menjauh sebelum tiba-tiba…
            “Melda, Fanya, mau kemana kalian?” panggil seseorang, Saskia.
Aku dan Melda berpandang-pandangan.
            “Talita bikin ulah lagi tuh Sas, kita gak betah nungguin di sini…,” ucapku berbisik-bisik.
Saskia menggeleng-gelengkan kepala. Lalu dia mendekati Talita.
            “Lita, what’s going on? You look so bad…, sapa Saskia setelah menepuk bahu Talita lembut.
Talita menatap Saskia dengan pandangan kosong. Lalu tiba-tiba memeluknya. Pertahanan airmatanya jebol. Aku dan Melda saling pandang, menyaksikan dalam diam.
            “Ma..mam..mama sama Papa tengkar.. lagi Sas, pa..parah…,” jawab Talita sesenggukan.
Saskia mengusap-usap kepala Talita, matanya juga turut berair.
            “Sudah, nangis aja Lit.. gak papa kalau itu bisa nenangin kamu…,” ucapnya.
            Untuk beberapa waktu Talita menangis dalam pelukan Saskia. Kami berkumpul dalam bungkam. Astaga… kenapa kami tadi malah berniat meninggalkannya? Sungguh, selama ini kami tidak pernah mau menanyakan alasan kenapa tiba-tiba Talita menjadi bad mood. Ternyata, bisa jadi saat itu Talita sedang sedih tapi tidak bisa mengungkapkannya. Dan kali ini, puncaknya. Teman macam apa kami… Melihat Talita masih menangis sesenggukan dalam pelukan Saskia, tanpa diberi aba-aba kami langsung menghambur kearah mereka. Pertahanan air mataku turut jebol. Trenyuh melihat Talita sekaligus merutuki kebodohanku. Seharusnya, untuk inilah teman ada. Teman yang baik, harusnya bisa menjadi saudara dan ada dalam suka  dan duka.
                       

Tidak ada komentar:

Posting Komentar